Banyak
orang berpikir bahwa sebuah film dengan aktor utamanya adalah seorang
“idiot” pasti akan disambut secara dingin oleh pemirsa. Forrest Gump
justru sebaliknya.
Tom Hanks muncul melakonkan seorang pemuda yang bernama Forrest Gump,
mengisahkan tiga puluh tahun kehidupannya, dan ia senantiasa muncul
sebagai “pemenang” dalam setiap kejadian besar yang berhubungan dengan
sejarah Amerika jamannya. Ia muncul sebagai pemain American football,
tampil sebagai pahlawan dalam perang Vietnam, ia menjuarai turnament
ping pong internasional. Ia adalah pahlawan yang bertemu dan disambut
hangat oleh dua presiden Amerika John F. Kennedy dan Richard Nixon. Ia
juga tampil perkasa dalam Watergate Scandal.
Di samping Forrest, terdapat pula bintang utama lain dalam film ini
yakni Jenny yang merupakan satu-satunya teman Forrest di samping ibunya.
Dalam perkembangan selanjutnya, Jenny menjadi orang yang dicintai
Forrest. Dalam salah satu adegan, setelah ayahnya meninggal Jenny
kembali ke rumah lama yang ditinggalkannya. Rumah tua ini sungguh tak
bermodel lagi. Segalanya nampak punah dan tinggal kenangan yang
samar-samar.
Namun secara perlahan dalam ingatannya ia kembali dihantar kepada
pengalaman pedih yang dialaminya ketika ia masih kecil, ketika ia
diperkosa di tempat ini. Pengalaman ini muncul begitu kuat dan Jenny
dipenuhi dengan kemarahan dan rasa dendam. Tak ada yang bisa dia lakukan
kecuali melemparkan batu ke arah rumah tua tersebut. Ia
melempar...melempar dan terus melempar, hingga akhirnya Jenny kehabisan
tenaga dan terkulai jatuh di tanah. Adegan ini berakhir saat Forrest
datang mendekat dan berkata kepada Jenny dengan kata-kata bernada
filosofis; “Kadang-kadang kita kekurangan batu untuk dilemparkan.”
Ketika kita disakiti, ditipu, atau dikhianati dan dijauhi oleh orang
yang amat kita cintai, tentu saja ada dendam dan benci memenuhi bathin
kita. Ingin rasanya melemparkan batu ke arah dia atau mereka yang
menyakiti kita. Namun pada saat ini hendaklah kita ingat satu hal, kita
ingat kata-kata Forrest; “Terkadang kita kekurangan batu untuk
dilemparkan.” Dan dalam situasi demikian satu hal adalah pasti: Kita tak
akan pernah kekurangan kekuatan untuk mengampuni dan memaafkan sesama
kita.