Bisnis Waralaba Menurut Syariat Islam

Assalamualaikum Wr. Wb. Bisnis waralaba dengan berbagai sistem salah satunya yang biasa dikenal "frenchise" sudah sangat merebak luas di Indonesia. Umumnya menggunakan nama produk atau perusahaan dengan membayar nominal tertentu untuk bisa bergabung dengan ketentuan/syarat dari pemegang merk produk/usaha dalam jangka waktu tertentu pula (terikat perjanjian/kontrak). Bagaimana hukumnya menurut syaria'h Islam?. Terima kasih sebelumnya, semoga bermanfaat bagi diri saya dan umat muslim atas penjelasannya.

Andi Isdiyanto,ST
Martabakmadu@yahoo.com
Ruko Limus Pratama Regency, Cileungsi-Bogor


Jawaban
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Mubah berbisnis dengan sistem Franchise dan penghasilan yang didapatkan adalah penghasilan yang halal. Franchise/ الامْتِيَازُ التِّجَارِيُّ (berasal dari bahasa prancis “Franchir”) yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan istilah Waralaba adalah adalah kesepakatan bisnis antara Franchiser (pemilik sitem yang memberi lisensi/pemberi Waralaba) dengan Franchisee (penerima sistem yang memperoleh lisensi/penerima Waralaba).Sejumlah sumber menerangkan bahwa sistem ini diperkenalkan oleh Isaac Singer asal Amerika serikat tahun 1850-an  yang kemudian diikuti oleh John S Pemberton, pendiri Coca Cola, General Motors Industry, dan sebagainya. Franchiser memberi izin kepada Franchisee untuk menggunakan merek, nama, sistem, prosedur dan semisalnya yang dimiliki/ditemukan Franchisor dengan syarat Franchisee bersedia membayar sejumlah royalti secara periodik dan terikat oleh seluruh sistem bisnis yang dibangun Franchisor. Menurut British Franchise Association Franchise didefinisikan sebagai;

a contractual license warranty by one person (the Franchisor) to another party (Franchisee) to:
•    Allow or require a Franchisee to run the business within a certain period in a business that uses a brand owned by the Franchisor.
•    Require Franchisors to exercise control continuously during the period of the agreement.
•    Require Franchisors to provide assistance to the Franchisee-run business on the subject in relation to the Franchisee business organizations such as training of staff, merchandising, management or others.
•    Urge the Franchise periodically during the joint Franchise Franchisee to pay some fee or royalty for the product or service provided by the Franchisor to the Franchisee.


“Garansi lisensi kontraktual oleh satu orang (Franchisor) ke pihak lain (Franchisee) untuk:
~ Mengijinkan atau meminta Franchisee menjalankan usaha dalam periode tertentu pada bisnis yang menggunakan merek yang dimiliki oleh Franchisor.
~ Mengharuskan Franchisor untuk melatih kontrol secara kontinyu selama periode perjanjian.
~ Mengharuskan Franchisor untuk menyediakan asistensi terhadap Franchisee pada subjek bisnis yang dijalankan—di dalam hubungan terhadap organisasi usaha Franchisee seperti training terhadap staf, merchandising, manajemen atau yang lainnya.
~ Meminta kepada Franchisee secara periodik selama masa kerjasama waralaba untuk membayarkan sejumlah fee Franchisee atau royalti untuk produk atau service yang disediakan oleh Franchisor kepada Franchisee”

Dari definisi di atas, bisa difahami bahwa Franchise adalah sebuah Akad, yaitu Akad antara Franchisor dengen Franchisee. Akad ini bersifat finansial yang menuntut adanya pertukaran imbalan (الْمُعَاوَضَةُ) karena Franchisor meminta fee/royalti secara rutin dan periodik kepada Franchisee dengan imbalan penggunaan merek dagang tertentu, kontrol, dan asistensi.

Dengan fakta Franchise seperti ini maka Akad Franchise dalam Fikih Islam terkategori Akad Syirkah bukan jual beli atau perkontrakan. Syirkah adalah Akad kerjasama antara dua pihak yang bersepakat untuk melakukan aktifitas finansial dengan target memperoleh laba yang dibagi berdasarkan kesepakatan. Definisi ini sesuai dengan fakta Franchise karena Franchise adalah Akad kerjasama antara Franchisor dengan Franchisee untuk memperdagangkan produk bisnis tertentu dengan merek dan nama yang ditemukan/dibangun Franchisor kemudian keuntungan bisnis tersebut dibagi antara Franchisor dengan Franchisee dengan nisbah/prosentase tertentu. Aktivitas finansial yang dilakukan Franchisor adalah pemberian izin menggunakan merek dagang, kontrol, dan asistensi sementara aktivitas finansial Franchisee adalah penyediaan modal dan menjalankan bisnis secara langsung.

Franchise tidak bisa disebut Akad jual beli karena merek dagang, kontrol dan asistensi tidak bisa disebut barang (الْبِضَاعَةُ) dalam istilah jual beli Fikih Islam, dan juga tidak bisa disebut Akad Ijaroh/perkontrakan karena Franchisor bukan semata-mata memberikan jasa asistensi bisnis tetapi memberikan lisensi penggunaan merek dagang, nama, prosedur dan sistem bisnis yang ditemukan/dibangunnya. Jadi Franchise lebih tepat digolongkan dalam Akad Syirkah, bukan Akad jual beli atau Ijaroh.

Dengen melihat bahwa Franchise adalah  bisnis yang menggabungkan antara  modal dan tenaga dari pihak Franchisee dengan tenaga dari pihak Franchisor, maka sistem bisnis ini termasuk Syirkah Mudhorobah. Namun, ketika yang dimanfaatkan dalam kerjasama tersebut bukan hanya tenaga Franchisor tetapi juga kredibilitas bisnis (الثِّقَةُ التِّجَارِيَّةُ) yang dimiliki Franchisor (yakni kepercayaan publik terhadap merek dagang tertentu), maka Syirkah ini lebih tepat dimasukkan dalam Syirkah Wujuh yang merupakan variasi dari Syirkah Mudhorobah karena memanfaatkan aspek Wajahah (kredibilitas) salah satu pihak yang berbisnis untuk membangun relasi dengan konsumen/rekan bisnis yang lain.

Islam memubahkan  Akad Syirkah dan menjadikan penghasilan yang didapatkan darinya adalah penghasilan yang halal. Abu Dawud meriwayatkan;

سنن أبى داود (9/ 228)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ قَالَ
إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا


Dari Abu Hurairah dan ia merafa'kannya. Ia berkata; sesungguhnya Allah berfirman: "Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama tidak ada salah seorang diantara mereka yang berkhianat kepada kawannya. Apabila ia telah mengkhianatinya, maka aku keluar dari keduanya (H.R.Abu Dawud).
Umar bin Al-Khattab pernah berbisnis dengan Akad Syirkah Mudhorobah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan;

مصنف ابن أبي شيبة (6/ 377)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ حُمَيْدٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ جَدِّهِ ، أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ دُفِعَ إلَيْهِ مَالُ يَتِيمٍ مُضَارَبَةً فَطَلَبَ فِيهِ فَأَصَابَ


Dari Abdullah bin Humaid dari ayahnya dari kakeknya bahwasanya Umar bin Khattab diserahi harta anak yatim dalam rangka (akad) Mudhorobah, maka beliau mencari (nafkah) dengannya dan berhasil (H.R. Ibnu Abi Syaibah)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sendiri pernah berakad Syirkah Mudhorobah dengan Khadijah sebelum menjadi istrinya dan mengizinkan sistem bisnis tersebut setelah beliau diangkat menjadi Rasul. Para shahabat juga banyak yang berbisnis dengan Akad Syirkah. Ibnu Al-Mundzir mengatakan bahwa kebolehan Akad Syirkah Mudhorobah sudah menjadi Ijma Shahabat. Syirkah Wujuh juga Mubah karena masih termasuk cakupan kategori Syirkah Mudhorobah.

Adapun jika Franchisee tidak memproduksi sendiri produk lisensi tapi hanya menyalurkan saja dengan merek dan nama dari Franchisor, maka hal ini juga mubah karena termasuk Akad Samsaroh (kemakelaran) yang dimubahkan dalam Islam. Imam Ahmad meriwayatkan;

مسند أحمد (37/ 423)
عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي غَرَزَةَ قَالَ
كُنَّا نَبْتَاعُ الْأَوْسَاقَ بِالْمَدِينَةِ وَكُنَّا نُسَمِّي أَنْفُسَنَا السَّمَاسِرَةَ فَأَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمَّانَا بِاسْمٍ أَحْسَنَ مِمَّا كُنَّا نُسَمِّي أَنْفُسَنَا بِهِ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ إِنَّ هَذَا الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ اللَّغْوُ وَالْحَلِفُ فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ


Dari Qais bin Abu Gharazah ia berkata; Kami berjual beli beberapa wasaq di Madinah. Dan kami menamakan diri dengan panggilan, "As Samasirah (tukang makelar)." Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau pun menamai kami dengan panggilan yang lebih baik, beliau berseru: "YA MA'SYARAT TUJJAAR (Wahai pedagang), sesungguhnya jual beli ini dicampuri ucapan tidak berguna dan sumpah, maka hapuskanlah dengan mengeluarkan sedekah (H.R. Ahmad)

Hadis ini menunjukkan bahwa profesi sebagai makelar, yaitu orang yang menjualkan atau membelikan barang untuk orang lain adalah profesi yang sudah ada di zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Qois bin Abi Ghorozah adalah salah satu makelar di zaman Nabi. Diamnya nabi terhadap profesi ini menunjukkan mubahnya profesi makelar meskipun Nabi menggolongkan makelar dalam kelompok pedagang ketika beliau menyebut mereka “wahai para pedagang”.

Atas dasar ini, maka sistem bisnis Franchise hukumnya mubah karena tidak terlepas dari Akad Syirkah atau Akad samsaroh. Jika sistem yang diambil adalah Product And Trade Franchise, berarti yang dipakai adalah Akad samsaroh karena Franchisee hanya menyalurkan/menjualkan barang sementara jika sistem yang diambil  adalah Business Format Franchisee, berarti yang dipakai adalah Akad Syirkah, karena Franchisee bukan hanya menjualkan barang tetapi juga memodali sendiri produksi barang tersebut dengan standar-standar produksi dan prosedur yang ditetapkan Franchisor kemudian menjualnya. Dua-duanya mubah karena Akad Syirkah dan Samsaroh dimubahkan Islam. Wallahua’alam.
 
Ust. Muhammad Muafa, M.Pd
Pengasuh Pondok Pesantren IRTAQI, Malang, Jawa Timur