Dari kejauhan, lampu lalu-lintas
di perempatan itu masih menyala hijau.
Mike segera menekan pedal
gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat. Apalagi ia tahu perempatan di situ cukup
padat sehingga lampu merah biasanya menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya
agak lenggang.
Lampu berganti kuning. Hati
Mike berdebar berharap semoga ia bisa melewatinya segera. Tiga meter menjelang
garis jalan, lampu merah menyala.
Mike bimbang, haruskah ia
berhenti atau terus saja. “Ah, aku tak punya kesempatan untuk menginjak
rem mendadak,” pikirnya sambil terus melaju.
Prit!!!
Di seberang jalan seorang
polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Mike menepikan kendaraan agak
menjauh sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi
itu. Wajahnya tak terlalu asing. Hey, itu kan Jack, teman mainnya semasa SMA
dulu. Hati Mike agak lega. Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya.
“Hai, Jack. Senang
sekali ketemu kamu lagi!”
“Hai, Mike.”
Tanpa senyum.
“Duh, sepertinya saya
kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru. Istri saya sedang menunggu di rumah.”
“Oh ya?” Tampaknya
Jack agak ragu.
Nah, bagus kalau begitu.
“Jack, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan
segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong.”
“Saya mengerti. Tapi,
sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan
ini.”
Oh-oh, sepertinya tidak sesuai
dengan harapan. Mike harus ganti strategi. “Jadi, kamu hendak menilangku?
Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu merah. Sewaktu aku lewat lampu kuning
masih menyala.” Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.
“Ayo dong Mike. Kami
melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIMmu.”
Dengan ketus Mike menyerahkan
SIM lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya. Sementara Jack
menulis sesuatu di buku tilangnya. Beberapa saat kemudian Jack mengetuk kaca
jendela. Mike memandangi wajah Jack dengan penuh kecewa. Dibukanya kaca jendela
itu sedikit. Ah, lima centi sudah cukup untuk memasukkan surat tilang. Tanpa
berkata-kata Jack kembali ke posnya.
Mike mengambil surat tilang
yang diselipkan Jack di sela-sela kaca jendela. Tapi, hei apa ini. Ternyata
SIMnya dikembalikan bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak menilangku. Lalu nota
ini apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Mike membuka dan membaca nota yang
berisi tulisan tangan Jack.
“Halo Mike,
Tahukah kamu Mike, aku dulu
mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, Ia sudah meninggal tertabrak pengemudi
yang ngebut menerobos lampu merah.
Pengemudi itu dihukum penjara
selama 3 bulan. Begitu bebas ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi.
Sedangkan anak kami satu-satunya
sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengkaruniai
seorang anak agar dapat kami peluk.
Ribuan kali kami mencoba
memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga kali ini. Maafkan aku
Mike. Doakan agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah. Jack”
Mike terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Jack. Namun, Jack sudah meninggalkan pos jaganya entah kemana. Sepanjang jalan pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak tentu sambil berharap kesalahannya dimaafkan.
Tak selamanya pengertian
kita harus sama dengan pengertian orang lain. Bisa jadi suka kita tak lebih
dari duka rekan kita.
Hidup ini sangat berharga,
jalanilah dengan penuh hati-hati.