Namaku
Riri, aku saat ini sedang kuliah semester akhir di sebuah universitas
negeri. Aku kuliah disebuah jurusan yang cukup favorit, yaitu jurusan
Kedokteran. Sebuah jurusan – yang aku yakini – dapat membuat hidupku
lebih baik di masa mendatang.
Bukan kehidupan yang hanya untukku, tetapi juga buat keluargaku yang
telah susah payah mengumpulkan uang – agar aku dapat meneruskan dan
meluluskan kuliahku. Kakakku juga rela untuk tidak menikah tahun ini,
karena ia harus menyisihkan sebagian gajinya untuk membiayai tugas akhir
dan biaya-biaya laboratoriumku yang cukup tinggi.
Hari ini adalah hari ujian semesteranku. Mata kuliah ini diampu oleh
dosen yang cukup unik, dia ingin memberikan pertanyaan-pertanyaan ujian
secara lisan. “Agar aku bisa dekat dengan mahasiswa.” katanya beberapa
waktu lalu.
Satu per satu pertanyaan pun dia lontarkan, kami para mahasiswa
berusaha menjawab pertanyaan itu semampu mungkin dalam kertas ujian
kami. Ketakutanku terjawab hari ini, 9 pertanyaan yang dilontarkannya
lumayan mudah untuk dijawab. Jawaban demi jawaban pun dengan lancar aku
tulis di lembar jawabku.
Tinggal pertanyaan ke-10.
“Ini pertanyaan terakhir.” kata dosen itu.
“Coba tuliskan nama ibu tua yang setia membersihkan ruangan ini, bahkan seluruh ruangan di gedung Jurusan ini !” katanya.
Seluruh ruangan pun tersenyum. Mungkin mereka menyangka ini hanya
gurauan, jelas pertanyaan ini tidak ada hubungannya dengan mata kuliah
yang sedang diujikan kali ini.
“Ini serius !” lanjut Pak Dosen yang sudah agak tua itu dengan tegas.
“Kalau tidak tahu mending dikosongkan aja, jangan suka mengarang nama
orang !”
Aku tahu ibu tua itu, dia mungkin juga satu-satunya cleaning service
di gedung jurusan kedokteran ini. Aku tahu dia, orangnya agak pendek,
rambut putih yang selalu digelung, dan ia selalu ramah serta amat sopan
dengan mahasiswa-mahasiswa di sini. Ia selalu menundukkan kepalanya saat
melewati kerumunan mahasiswa yang sedang nongkrong.
Tapi satu hal yang membuatku konyol.. aku tidak tahu namanya ! dan
dengan terpaksa aku memberi jawaban ‘kosong’ pada pertanyaan ke-10 ini.
Ujian pun berakhir, satu per satu lembar jawaban pun dikumpulkan ke
tangan dosen itu. Sambil menyodorkan kertas jawaban, aku memberanikan
bertanya kepadanya kenapa ia memberi ‘pertanyaan aneh’ itu, serta
seberapa pentingkah pertanyaan itu dalam ujian kali ini.
“Justru ini adalah pertanyaan terpenting dalam ujian kali ini”
katanya. Beberapa mahasiswa pun ikut memperhatikan ketika dosen itu
berbicara.
“Pertanyaan ini memiliki bobot tertinggi dari pada 9 pertanyaan yang
lainnya, jika anda tidak mampu menjawabnya, sudah pasti nilai anda hanya
C atau D !”
Semua berdecak, aku bertanya kepadanya lagi, “Kenapa Pak ?”
Kata dosen itu sambil tersenyum, “Hanya yang peduli pada orang-orang
sekitarnya saja yang pantas jadi dokter.” Ia lalu pergi membawa tumpukan
kertas-kertas jawaban ujian itu.