Seperti biasa Michael, kepala
cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada
pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Elvin, putra pertamanya yang baru duduk
di kelas dua SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.
“Kok, belum tidur ?”
sapa Michael sambil mencium anaknya.
Biasanya, Elvin memang sudah
lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi
hari.
Sambil membuntuti sang Papa
menuju ruang keluarga, Elvin menjawab, “Aku nunggu Papa pulang. Sebab
aku mau tanya berapa sih gaji Papa ?”
“Lho, tumben, kok nanya
gaji Papa ? Mau minta uang lagi, ya ?”
“Ah, enggak. Pengen
tahu aja.”
“Oke. Kamu boleh hitung
sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan
setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja, Jadi, gaji Papa dalam satu bulan
berapa, hayo ?”
Elvin berlari mengambil kertas
dan pensilnya dari meja belajar, sementara Papanya melepas sepatu dan menyalakan
televisi. Ketika Michael beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Elvin
berlari mengikutinya.
“Kalau satu hari Papa
dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp 40.000,-
dong,” katanya.
“Wah, pinter kamu.
Sudah, sekarang cuci kaki, bobok,” perintah Michael.
Tetapi Elvin tak beranjak.
Sambil menyaksikan Papanya
berganti pakaian, Elvin kembali bertanya, “Papa, aku boleh pinjam uang
Rp 5.000,- nggak ?”
“Sudah, nggak usah
macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Papa capek. Dan mau
mandi dulu. Tidurlah.”
“Tapi, Papa…”
Kesabaran Michael habis.
“Papa bilang tidur...!”
hardiknya mengejutkan Elvin.
Anak kecil itu pun berbalik
menuju kamarnya. Usai mandi, Michael nampak menyesali hardikannya, Ia pun menengok
Elvin di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Elvin didapatinya
sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- di tangannya.
Sambil berbaring dan mengelus
kepala bocah kecil itu, Michael berkata, “Maafkan Papa, Nak. Papa sayang
sama Elvin. Buat apa sih minta uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan,
besok’ kan bisa. Jangankan Rp 5.000 ,- lebih dari itu pun Papa kasih.”
“Papa, aku nggak minta
uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan
selama minggu ini.”
“Iya, iya, tapi buat
apa ?” tanya Michael lembut.
“Aku menunggu Papa
dari jam 8. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Setengah jam saja. Mama sering
bilang kalau waktu Papa itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu Papa.
Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena Papa bilang satu jam Papa
dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,-. Duit tabunganku kurang
Rp 5.000,-. Makanya aku mau pinjam dari Papa,” kata Elvin polos.
Michael terdiam. Ia kehilangan
kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.